BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pengesahan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
sisdiknas merupakan usaha mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam sistem
pendidikan Nasional. Undang-Undang tersebut sudah cukup terbuka, demokratis dan
menyediakan kesempatan besar bagi sistem pendidikan agama (Islam) di Indonesia.
Hal itu dapat dilihat dari rumusan bab II pasal 3 dikemukakan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.[1]
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di
Madrasah adalah Pendidikan Agama Islam. Dengan kata lain, Pendidikan Agama
Islam sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan madrasah,
baik negeri maupun swasta mempunyai andil dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Tujuan diajarkan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia. Walaupun demikian, keberhasilan pendidikan agama
tetap dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah guru dan siswa itu
sendiri.
Di satu sisi, guru merupakan pendidik profesional
yang tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[2] Seorang guru dinyatakan kompeten jika
secara nyata ia mampu menjalankan tugas keguruannya secara profesional sesuai
tuntutan jabatan keguruannya yaitu mampu membelajarkan siswa yang dibimbing
secara efektif dan efisien.
Di sisi lain, siswa atau peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.[3]
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan dalam pasal 12 bahwa setiap
peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Mereka
juga berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat dan
kemampuannya.[4]
Berdasarkan rumusan di atas, maka peran guru
sangat urgen. Selain mempunyai peran mentrasnfer ilmu dan nilai, guru juga
diharapkan mampu dan terampil untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung
jawab sesuai tujuan pendidikan Nasional.
Mengingat
pentingnya tujuan Pendidikan Agama Islam di madrasah, maka anak yang sedang
melakukan aktivitas belajar, khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
tersebut memerlukan motivasi yang kuat. Proses pembelajaran tidak akan berarti
tanpa diikuti dengan motivasi belajar peserta didik. Salah satu faktor yang
dapat membangkitkan motivasi peserta didik adalah guru. Sebab dalam proses
pembelajaran terdapat kesatuan antara peserta didik dengan guru, yang keduanya
terjalin hubungan yang saling menunjang.
Peran guru sangat
penting dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain situasi yang dihadapi guru
dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebagai pendidik, guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[5]
Dilihat dari sisi
aktualisasinya, pendidikan merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa
dalam mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan. Namun peranan guru sebagai
pendidik profesional akhir-akhir ini mulai dipertanyakan eksistensinya secara
fungsional. Kondisi
objektif di lapangan menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai
kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, kurang
terampil dalam menggunakan metode dan media pembelajaran, sehingga kurang mampu
untuk memotivasi peserta didiknya untuk belajar. Di samping itu, secara
nasional, sebagian besar guru SD, SMP, SMA, SMK dan SLB masih kurang sesuai
dengan kualifikasi minimal, [6] serta menjamurnya
tenaga pengajar dalam suatu lembaga pendidikan yang mengajar tidak
sesuai dengan keahliannya.
Perlu disadari bahwa ketidak mampuan seorang guru
baik dari segi kualifikasi, kompetensi serta ketidakmampuan dalam membangkitkan
motivasi peserta didik akan berpengaruh dalam proses pembelajaran. Sehingga
yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai peserta didik tidak mendapatkan
hasil pembelajaran yang maksimal.
Salah satu kasus di Madrasah Aliyah Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Sidrap, masih terdapat siswa yang malas ke sekolah, malas
mengerjakan perkejaan yang diberikan oleh guru, dan bolos sekolah. Hal itu mencerminkan
bahwa siswa masih memiliki motivasi yang kurang. Oleh sebab itu, guru pada
Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa hendaknya dapat membangkitkan motivasi
siswanya. Namun, semua itu tergantung pada kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik.
Melihat posisi guru yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pendidikan, maka sudah selayaknya untuk melihat bagaimana
kompetensi yang dimiliki oleh guru pada Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa
Benteng Sidrap. Kompetensi guru
merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan motivasi siswa untuk
melakukan aktivitas belajarnya sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam yang
merupakan sub sistem dari pendidikan nasional dapat terealisasikan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan
di atas, secara spesifik penelitian ini difokuskan pada pengaruh kompetensi profesional guru terhadap motivasi belajar siswa pada
Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana kompetensi profesional guru pada Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Sidrap?
2.
Bagaimana motivasi belajar siswa pada Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Sidrap?
3.
Bagaimana pengaruh kompetensi profesional guru
terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap?
C. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Tujuan
penelitian ini lahir dari kondisi
masalah-masalah yang muncul dalam permasalahan yang ada sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui kompetensi profesional guru pada Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap.
2. Untuk
mendeskripsikan motivasi belajar siswa Madrasah
Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap.
3. Untuk mengungkap pengaruh kompetensi
profesional guru terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap.
Adapun kegunaan
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Kegunaan
Ilmiah
a. Menambah khasanah ilmiah dalam bidang
pendidikan tentang kompetensi profesional guru pada Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap.
b. Sebagai
bahan informasi tentang kompetensi profesional guru dan pengaruhnya terhadap
motivasi belajar siswa sehingga dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti
selanjutnya.
2. Kegunaan
Praktis
a. Dengan
selesainya penelitian ini, dapat menjadi kontribusi dalam pengembangan kompetensi
guru yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap.
b. Sebagai
salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana
Universitas Muslim Indonesia (PPs. UMI) Makassar.
D.
Pengertian Judul dan Defenisi Operasional
Untuk
menghindari kekeliruan pemahaman tentang makna yang terkandung dalam judul
penelitian ini, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian atau defenisi
istilah-istilah yang digunakan dalam redaksi judul antara lain:
1.
Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi berarti “keadaan memiliki pengetahuan
dan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik”.[7] Sedangkan guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[8] Dalam UU. No. 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen disebutkan bahwa “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan keprofesionalannya”.[9]
Kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Dalam penelitian ini, hanya
difokuskan pada satu kompetensi saja yaitu kompetensi profesional yakni kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
2.
Motivasi
Belajar
Motivasi adalah pendorong; suatu usaha yang
didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia bergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[10]
Sedangkan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan kognitif”.[11] Jadi motivasi belajar adalah perubahan energi yang merupakan dorongan dari dalam diri
peserta didik sehingga ia terdorong untuk melakukan sesuatu aktivitas belajar
demi tercapainya suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian kata-kata di atas, dapat
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan judul “Kompetensi Profesional Guru dan
Pengaruhnya Terhadap Motivasi Belajar Siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap” adalah suatu kajian terhadap pengaruh
kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Sidrap. Kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru diharapkan
memiliki pengaruh dalam meningkatkan motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Sidrap.
[1] Departemen Agama RI., Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; dilengkapi
Praturan Mendiknas No. 11 tahun 2003 tentang Buku Teks Pelajaran dan Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). (Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam, 2007), h. 5. Selanjutnya disebut Undang-Undang
.....
[2] Ibid., h. 59.
[3] Ibid., h. 2.
[4] Ibid., h. 7.
[5] Ibid., h.
62.
[6] Data dari Direktorat
Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas menunjukkan kualifikasi pendidikan
minimal guru di Indonesia: guru TK yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal sebesar 119.470 orang (78,1%) dengan sebagian besar (32.510 orang)
berijazah SMA. Di tingkat SD, guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal sebesar 391.507 orang (34%) yang meliputi sebanyak 378.740 orang
berijazah SMA dan sebanyak 12.767 orang berijazah D-1. di tingkat SMP, jumlah
guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 317.112 orang
(71,2%) yang terdiri atas 130.753 orang berijazah D-1 dan 82.788 orang
berijazah D-2. Begitu juga di tingkat SMA, terdapat 87.133 orang (46,6%) guru yang belum memenuhi
kualifikasi pendidikan minimal, yakni sebanyak 164 orang berijazah D-1, 15.589
orang berijazah D-2 dan 71.380 orang berijazah D-3. Lihat Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme
Pendidik, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 6.
[7] M. Dahlan Y.
Al-Barry, Kamus Induk Istilah Ilmiah;
Seri Intelektual (Cet. I; Surabaya:
Target Press, 2003), h. 401.
[8] Departemen Agama RI., Undang-Undang... op. cit., h.
59.
[9] Ibid., h. 60.
[10] M. Ngalim Purwanto, MP., Psikologi Pendidikian, (Cet. XVIII; Bandung: PT. Remaja Rorda Karya, 2002), h. 71.
[11] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Cet. V; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000), h. 92.
0 Komentar